Friday 24 June 2022

Biografi Imam Malik: Kelahiran, Guru, Murid, dan Karyanya


Imam Malik ialah pendiri dari Mazhab Malikiyah. Nama lengkapnya ialah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Al-Haris Al-Ashbahi. Beliau lahir di Madinah pada tahun 93 H (atau 713 M) pada masa Dinasti Umayyah bertepatan dengan wafatnya Anas bin Malik, khadim dari Rasulullah.

Ciri-ciri fisik Imam Malik ialah tinggi tegap, hidungnya mancung, matanya biru dan jenggotnya panjang.

Ayah Imam Malik ialah Anas bin Malik bin Abi Amir. Sedangkan ibunya bernama Aliyah binti Syarik Al-Azdiyah. Keduanya ialah orang Arab asli yang berasal dari Yaman. Diriwayatkan bahwa Imam Malik berada dalam kandungan ibunya selama 2 tahun, ada pula yang mengatakan sampai 3 tahun.

Kakeknya, Malik bin Abi Amir, termasuk salah seorang pemuka dan ulama tabi’in. Ia pernah meriwayatkan hadis dari Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan Ummul Mu’minin Aisyah Radhiallahuanha. Ia juga menjadi salah seorang yang memikul jenazah Khalifah Utsman bin Affan ke kuburannya.


Lingkungan Tumbuh Imam Malik

Lingkungan tempat Malik bin Anas tumbuh besar adalah kota dan tempat hijrah Rasulullah. Pada masa itu kota Madinah sedang berada dalam periode Sunnah (pengumpulan hadis-hadis Nabi). Pada masa itu pula terhimpun generasi pertama dari kalangan para ulama dan fuqaha sahabat Nabi. Kemudian diteruskan oleh penerus sepeninggal mereka. Sampai akhirnya datang masa Imam Malik bin Anas. Imam Malik pun mendapatkan harta peninggalan dan warisan yang paling berharga sepanjang masa, yakni ilmu.

Malik bin Anas berhasil menghafalkan Al-Qur’an pada usianya yang masih belia. Setelah menghafal Al-Qur’an, ia beralih untuk menghafalkan hadis. Ia mendapatkan dukungan dan motivasi untuk menghafalkan hadis-hadis Nabi dari lingkungan tempat tinggalnya secara khusus dan kota Madinah secara umum. Karena itulah, ia meminta rekomendasi kepada keluarganya untuk pergi ke majelis-majelis para ulama guna menulis dan mempelajari ilmu. Ia juga pernah menyampaikan pada ibunya bahwasanya ia ingin menulis ilmu. Lantas sang ibu memakaikan pakaian yang paling baik dan memakaikannya sorban. Kemudian ia berkata dengan anak kesayangannya itu, “Sekarang pergilah dan tulislah ilmu!”.

Sepanjang hidupnya Imam Malik terus menetap di Madinah, serta tidak pernah pindah ke tempat lain kecuali ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, Imam Malik mendapat gelar Imam Darul Hijrah.


Guru dan Murid Imam Malik

Imam Malik mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti ilmu fiqih, qiraat, dan hadis. Beliau mempelajari ilmu fiqih pada Rabi’ah bin Abdur Rahman yang terkenal dengan nama Rabi’ah Ar-Ra’y, belajar qiraat Al-Qur’an pada Nafi’ bin Abi Nuaim, belajar hadis pada Nafi’ bin Sarjis (hamba sahaya Ibnu Umar), Sa’id Al-Maqburi, Amir bin Abdullah bin Zubair, Ibnu Al-Munkadir, Az-Zuhri, dan Abdullah bin Dinar.

Ia juga belajar hadis pada Ishaq bin Abdullah, Ayub bin Abi Tamimah, Al-Sakhtiyani, Ayub bin Hubaib Al-Juhni, Ibrahim bin Uqbah dan banyak lagi dari kalangan tabi’in. Dari mereka Imam Malik meriwayatkan hadis-hadis yang ditulisnya dalam kitab hadis monumentalnya Al-Muwaththa’.

Selain mempelajari ilmu, Imam Malik juga mengajarkan ilmu-ilmu yang beliau pelajari dan beliau kembangkan. Beliau memiliki banyak murid. Di antara murid beliau yang masyhur adalah Imam Syafi’iSufyan Ats-TsauriAbdullah bin Al-Mubarak, serta Yahya bin Yahya Al-Andalusi (periwayat masyhur Al Muwaththa’).

Murid beliau yang lain ialah Al-Auza’iAl-QaththanIbnu MahdiIbnu WahbIbnu QasimAl-Qa’nabiAbdullah bin YusufSa’id bin Manshur Yahya bin BakirQutaibah Abu Mush’ab, Sufyan bin Uyainah Abu Hudzafah As-SahmiAz-Zubairi, dan lain-lain.


Karya Imam Malik

Salah satu karya Imam Malik yang paling terkenal sampai sekarang adalah kitab Al-Muwaththa’. Al-Muwaththa merupakan kitab yang berisikan hadis-hadis yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabi’in. Kitab ini juga dilengkapi dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadis, ilmu fiqih dan sebagainya.

Semua hadis yang tertulis di Al-Muwaththa’ adalah shahih, mengingat Imam Malik sendiri sangat terkenal akan sifat tegasnya dalam menerima sebuah hadis. Dia sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadis yang dihafal dia, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadis itu, hanya 5.000 saja yang disahkan shahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan Al-Quran. Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk menyusun kitab Al-Muwaththa’. Selama masa itu beliau menunjukan kitab tersebut kepada tidak kurang dari 70 Ulama fiqih yang ada di Madinah.

Imam Syafi’i pernah berkata, “Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah Al-Qur`an yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik, inilah karangan para ulama muaqoddimin.”

Ibnu Abdil Barr mentakhrijkan dari Umar bin Abdil Wahid, beliau menceritakan: "Kami membaca Al-Muwaththa’ di hadapan Imam Malik dalam waktu 40 hari. Lalu Imam Malik berkata: ‘Kitab ini aku susun selama 40 tahun, kalian mengambilnya hanya dalam waktu 40 hari. Betapa sedikit apa yang kalian pahamkan daripadanya.’"

Ibnu Hazm mengatakan: "Al-Muwaththa’ adalah kitab yang menerangkan tentang fiqih dan hadis. Saya tidak melihat ada yang menandinginya."


Karakter dan Komentar Ulama Mengenai Imam Malik

Sejak muda, Malik bin Anas senantiasa memberikan penghormatan yang sempurna terhadap hadis-hadis Rasulullah. Tidaklah ia memperlajari hadis-hadis tersebut melainkan dalan kondisi yang tenang dan kondusif, sebagai bentuk pemuliaan terhadap hadis Nabi sekaligus upaya untuk menjaga keakuratannya. Oleh sebab itu, ia tidak pernah mempelajari hadis-hadis tersebut dalam keadaan berdiri, gelisah, atupun dalam keadaan terganggu, hingga tidak ada suatu pun yang akan terlewat darinya.

Ibnu Abi Uwais berkata, “Adalah Malik apabila hendak menyampaikan sebuah hadis, maka ia berwudhu terlebih dahulu lalu duduk di tengah permadaninya, menyisir jenggotnya, memantapkan duduknya dengan penuh kewibawaan dan kemuliaan. Setelah itu ia baru menyampaikannya.”

Imam Abu Hanifah berkata, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pandai tentang sunnah Rasulullah dari Imam Malik."

Imam Al-Bukhari berkata, “ Sanad yang paling sahih ialah dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.”

Ahli hadis berkata, “Riwayat Asy-Syafi’I dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar merupakan silsilatud dzhabi (rantai emas), dikarenakan kecermelangan setiap rawi dari rawi-rawi tersebut.”


Wafatnya Imam Malik

Menjelang wafat, Imam Malik ditanya mengapa ia tak lagi pergi ke Masjid Nabawi selama tujuh tahun terakhir, ia menjawab, "Seandainya bukan karena akhir dari kehidupan saya di dunia, dan awal kehidupan di akhirat, aku tidak akan memberitahukan hal ini kepada kalian. Yang menghalangiku untuk melakukan semua itu adalah penyakit sering buang air kecil, karena sebab ini aku tak sanggup untuk mendatangi Masjid Rasulullah..." .

Imam Malik wafat pada hari Ahad, tanggal 10 Rabi'ul Awwal 179 H (atau 800 M) pada masa kekhalifahan Harun Al-Rasyid (Dinasti Abbasiyah) dan dikuburkan di Baqi’ bersebelahan dengan Ibrahim, putra Rasulullah. Pada saat itu beliau berusia 85 tahun. Beliau meninggalkan tiga orang putera (Muhammad, Hammad dan Yahya) dan seorang puteri (Fatimah). Kini Mazhab Maliki sudah berkembang di beberapa tempat di dunia, seperti di Mesir, Algeria, Libya, Tunisia dan Andalusia.

 

Referensi:

Adib Bishri Musthofa: Tarjamah Muwaththa’ Al-Imam Malik r.a, CV. Asy Syifa’, Semarang.

Abdul Aziz Asy Syinawi: Biografi Imam Malik, PT. Aqwam Media Profetika, Sukoharjo.

https://repository.uin-suska.ac.id/8925/3/BAB%20II.pdf

http://repository.uinbanten.ac.id/1783/3/BAB%202.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas (diakses pada 24 Juni 2022)

https://sanadmedia.com/post/biografi-imam-malik-pendiri-mazhab-maliki (diakses pada 24 Juni 2022)

Sumber Gambar1: https://sanadmedia.com/post/biografi-imam-malik-pendiri-mazhab-maliki

No comments:

Post a Comment